Jayapura, Jubi – Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua Aryoko A. F. Rumaropen meminta 34 dokter penerima beasiswa dokter spesialis afirmasi Otsus Papua setelah menyelesaikan studi spesialis agar kembali melayani masyarakat Papua
Hal itu disampaikan Rumaropen pada acara “Pengarahan Program Beasiswa Dokter Spesialis Afirmasi Otsus Papua 2020-2021” di Aula Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua, Rabu (06/01/2021).
Usai acara Rumaropen mengatakan ke-34 dokter penerima beasiswa adalah dokter OAP (Orang Asli Papua).
“Diharapakan setelah selesai nanti, boleh melayani di mana saja, entah di gunung, di pantai, atau di pesisir, tugas mereka kembali dan melayani masyarakat Papua,” ujarnya.
“Ini dana masyarakat, jadi mereka harus punya tanggung jawab untuk kembali melayani masyarakat di Papua, ini yang kita jaga mereka karena itu kebutuhan kita, jadi mereka harus punya etiket dan komitmen kuat untuk kembali melayani di Papua,” katanya.
Rumaropen mengatakan pelaksanaan program beasiswa tersebut sesuai arahan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua bahwa 2020 fokus pada bidang kesehatan dengan membuka kesempatan bagi semua dokter asli Papua yang bertugas di Papua dan Papua Barat.
Sebagai instansi pelaksana, BPSDM menyusun program di bidang kesehatan dengan membuka kesempatan kepada seluruh dokter orang asli Papua mengikuti program beasiswa dokter spesialis tersebut.
Peserta beasiswa adalah dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah, di klinik, atau dosen bidang kedokteran di Perguruan Tinggi. Mereka diseleksi selama tiga bulan pada September hingga pengumuman 6 Desember 2020. Sebanyak 112 dokter mendaftar dan yang diterima 34 orang.
Sebanyak 29 orang diterima di Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2 orang di FK Univesitas Udayana, 1 orang di FK Universitas Hasanudin, 1 orang di FK Univesitas Gadjah Mada, dan 1 orang di FK Universitas Diponegoro.
Mereka akan menempuh studi pada 18 program studi spesialis, di antaranya kesehatan mata, forensik, dan saraf. Spesialisasi dipilih berdasarkan kebutuhan Pemerintah Provinsi Papua.
“Kebutuhan tersebut kami dapatkan dari Dinas Kesehatan dan beberapa rumah sakit, jadi peserta tidak bisa memilih yang bukan kebutuhan kita, kalau di Papua butuhnya penyakit dalam, ya mereka harus memilih penyakit dalam, karena bisa menolong kita setelah mereka selesai nanti,” ujarnya.
Kriteria tes meliputi dua tahapan, dimulai dengan tes potensi akdemik secara online meliputi Bahasa Inggris dan pengetahun alam. Kemudian dilanjutkan tes penjurusan yang diikuti langsung di masing-masing universitas oleh para peserta.
Rumaropen mengatakan, pembiayaan beasiswa dimulai Januari 2021 dengan jangka waktu 4 sampai 6 tahun masa studi, tergantung masing-masing spesialis. Hingga menyelesaikan studi seorang peserta diperkirakanmenghabiskan biaya Rp300 juta hingga Rp500 juta.
“Nanti ada biaya hidup lagi, nanti kan selama mereka tinggal di sana per bulan kita kasih biaya hidup, itu standarnya sama, biaya hidup untuk spesialis itu Rp3 juta, ditambah biaya pendukung pendidikan,” ujarnya.
Anggaran program beasiswa dokter spesialis, kata Rumaropen, diajukan ke Badan Keuangan per tahun sesuai kebutuhan. Tahun pertama 2021 telah disiapkan Rp4 miliar untuk semua penerima program.
Penerimaan Terbanyak
Menurut Rumaropen setiap tahun Pemprov Papua membuka program beasiswa dan ini tahun ke-12. Hanya saja untuk dokter spesialis kali ini yang pertama dalam skala besar dengan peneriman hingga 34 orang.
“Sebelumnya setiap tahun hanya dalam skala kecil dengan jumlah sekitar 5 orang, tidak banyak karena setiap universtias satu-satu, ada di Universitas Hasanudin, ada di Gadjah Mada, dan di Uncen,” ujarnya.
Selanjutnya pengaturan penetapan peserta, kata Rumaropen, akan dibuat surat keputusan tugas belajar pendidikan dokter spesialis sebagai izin resmi. Selain itu surat keputusan dari Pemerintah Papua dan kontrak kewajiban peserta penerima beasiswa.
“Hal-hal seperti ini kita persiapkan karena mereka akan melakukan registrasi sampai 14 Januari 2021, kemudian Pemprov Papua akan melepas mereka pada 29 Januari 2021 di Universitas Indonesia untuk selanjutnya melakukan proses perkuliahan,” katanya.
Rumaropen mengatakan Pemerintah Papua telah berkomitmen program tersebut harus berjalan segera dan beberapa tahun kemudian para dokter ini kembali melayani masyarakat Papua.
“Ini bukan harapan kami saja, ini harapan gubernur, tentu harapan gubernur mewakili kita semua orang Papua,” ujarnya.
Penerima beasiswa dr. Anthon G Fonataba mengambil spesialis forensik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, karena ia tertarik pada forensik dan tenaga kedokteran forensik masih minim rensik di Papua.
“Saya menyukai forensik itu kita diajarkan berpikir lebih keras, mencari sesuatu proses yang tidak diketahui atau sangat dibutuhkan oleh orang, dan untuk forensik kami di Papua sendiri kan baru dua orang, satu di Biakdan satu di Jayapura,” ujar dokter yang telah 10 tahun bertugas di Rumah Sakit Serui tersebut.
Lulusan Fakultas Kedokteran Univesitas Cenderawasih, Papua tersebut bersyukur melalui program beasiswa tersebut pemerintah memberikan kesempatan kepadanya untuk melanjutkan studi kedokteran dan terbantu meningkatkan pengetahuan demi kepentingan kesehatan di Papua.
“Saya pikir ini bagian yang harus kita syukuri dari pemerintah yang sudah menyiapakan fasilitas berupa program-program membiayai kami anak Papua untuk melanjutkan studi,” katanya.
Fonataba ketika mengambil studi dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih juga dibiayai pemerintah, yaitu Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua.
“Yang saya tahu afirmasi baru dilakukan sekarang atau baru saya ikuti sekarang, tapi sebelumnya saya dibiayai pemerintah daerah waktu sekolah dokter umum,” ujarnya.
Dengan menerima beasiswa, kata Anthon, ia merasa bertanggung jawab karena telah memaki uang rakyat dan berharap bisa menyelesaikan studi selanjutnya untuk kembali melayani masyarakat Papua. (Theo Kelen/Jubi)