

Peneliti PSKP
Keberhasilan Jokowi Membangun Infrastruktur di Papua
Salah satu ciri khas utama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah dengan memfokuskan pembangunan Indonesia dari pinggiran. Ide ini tercantum dalam program kerja Nawacita yang sudah disampaikan sejak awal terpilih sebagai presiden. Terkait hal ini, Presiden Jokowi banyak melakukan pembangunan infrastruktur guna menunjang kegiatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali wilayah wilayah yang memiliki keterbatasan infrastruktur mulai dari fasilitas jalan raya utama sebagai akses utama.
Salah satu wilayah yang menjadi fokus utama pembangunan infrastruktur adalah Papua. Salah satu contoh yang paling dikenal masyarakat adalah pembangunan Jalan Trans Papua. Jalan tersebut menghubungkan provinsi Papua Barat dengan Papua, dari kota Sorong di Provinsi Papua Barat hingga Merauke di Provinsi Papua. Menurut rencana awal pembangunan ini akan rampung pada tahun 2019 dengan total panjang 4.330 km. Sekalipun belum selesai, namun proses pembangunannya tetap dikerjakan.
Secara historis, pembangunan jalan trans papua ini telah dimulai sejak masa pemerintahan Presiden B.J Habibie lalu diteruskan oleh presiden presiden selanjutnya termasuk Jokowi. Pada masa Jokowi, panjang Jalan Trans Papua yang harus dibuka atau ditembus adalah sepanjang 1.066 km. Jalan Trans-Papua mencakup delapan segmen. Segmen I meliputi Kwatisore-Nabire sepanjang 208,10 kilometer, Segmen II terbentang sepanjang 275,50 kilometer meliputi Nabire-Wagete-Enarotali. Kemudian Segmen III dari Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena sepanjang 469,48 kilometer, Segmen IV Wamena-Eleum-Jayapura sepanjang 447,22 kilometer, dan Segmen V Wamena-Habema-Kenyam-Mumugi 271,60 kilometer. Selanjutnya Segmen VI Kenyam-Dekai 217,90 kilometer, Segmen VII sepanjang 231,60 kilometer dari Dekai menuju Oksibil, dan Segmen VIII Wagete-Timika sepanjang 224 kilometer.
Berbagai tantangan tak luput dari proses pembangunan proyek Trans Papua ini. Mulai dari medan yang sulit, akses yang terbatas, hingga jaminan keamanan bagi para pekerja proyek, di mana cukup sering terjadi kasus penculikan atau penembakan pekerja proyek oleh Kelompok Separatis Papua (KSP). Dengan adanya berbagai kendala yang terjadi menyebabkan terhambatnya pemeliharaan jalan sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti kerusakan jalan. Salah satunya terjadi di awal tahun 2018, dimana ruas Jalan Trans Papua dari Merauke-Boven Digoel mengalami kerusakan parah sepanjang 58 km akibat kualitas pembangunan jalan yang kurang baik.
Kendalan keamanan memang cukup menjadi masalah. Sering terjadi kasus penembakan oleh KSP di tiga titik pekerjaan jalan, yaitu Jalan Wamena (Kabupaten Jayawijaya) ke Mbua (Kabupaten Nduga), lalu dari Dekai (Kabupaten Yahukimo) ke Kenyam (Kabupaten Nduga), dan dari Ilaga ke Sinak (Kabupaten Puncak Jaya). Terdapat pula insiden penyerangan tujuh pekerja PT Modern di Desa Agenggeng pada 15 Maret 2016, yang mana membuat empat pekerja tewas dalam aksi penyerangan tersebut. Gangguan keamanan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir di Papua, berdampak pada perlambatan penyelesaian Jalan Trans-Papua dan membengkaknya biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama masa pembangunan. Biaya trase Wamena-Nduga yang membengkak lebih dari setengah triliun dari rencana Rp 420 miliar, akibat gangguan keamanan. Itulah mengapa pembangunan Jalan Trans-Papua yang seharusnya dilakukan selama empat tahun mulai dari 2016 hingga akhir 2019, mengalami keterlambatan. Namun target pemerintah di tahun 2020 ini seluruhnya akan selesai.
Dari total panjang 2.345,40 kilometer, yang sudah tembus dan terbuka adalah sepanjang 2.339,90 kilometer atau 63,46 kilometer. Dari total jalan tembus tersebut, 874,45 kilometer di antaranya dalam kondisi sudah teraspal dan fungsional yakni Segmen II Nabire-Wagete-Enarotali 275,5 kilometer, dan Segmen IV Jayapura-Elelim-Wamena 447 kilometer. Sementara sepanjang 1.465,46 kilometer masih dalam kondisi tanah, dan agregat. Sedangkan sisa hutan yang belum dibuka alias belum tembus untuk kebutuhan jalan ini sepanjang 5,50 kilometer ada di Segmen III yakni Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena.
Pembangunan jalan di Papua tidak hanya Trans Papua tetapi Jokowi juga melakukan pembangunan jalan perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Pembangunan jalan perbatasan ini membentang dari Merauke hingga Jayapura dimana salah satu ruas jalan perbatasan yang dikerjakan adalah Jalan Oksibil–Towe Hitam–Ubrup–Jayapura sepanjang 5,52 km. Pekerjaan pembangunan mulai dari KM 15.5 hingga KM 21.2 di Kabupaten Pegunungan Bintang. Jokowi juga melakukan pembangunan Jembatan Panjang Hamadi-Holtekam.
Jembatan Hamadi-Holtekam sendiri memiliki panjang total 1328 meter dengan bentang utamanya yang berada diatas Teluk Youtefa sepanjang 732 meter. Jembatan ini menghubungkan Kota Jayapura dengan Distrik Muara Tami di Provinsi Papua. Dengan adanya jembatan ini ditergetkan perjalanan dari Kota Jayapura menuju perbatasan Skouw menjadu lebih singkat sekitar 60 menit dari yang biasanya dapat mencapai 2,5 jam.
Selanjutnya, Presiden Jokowi juga melakukan pembangunan infrastruktur kelistrikan melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Orya Genyem 2×10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro Prafi 2×1 25 MW, Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kilovolt Genyem-Waena-Jayapura sepanjang 174,6 kilo meter sirkit, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kilo Volt Holtekamp-Jayapura sepanjang 43,4 kilo meter sirkit, Gardu Induk Waena-Sentani 20 Megavolt Ampere dan Gardu Induk Jayapura 20 Megavolt Ampere. Dalam tekadnya mempermudah akses antar wilayah di Papua, Jokowi juga membangun Bandara Sentani di Kabupaten Jayapura. Bandara ini diproyeksikan menjadi penghubung utama antara kota dengan wilayah pedalaman Papua dan juga direncanakan menjadi Bandara Internasional.
Pemerintah Indonesia juga melakukan pembangunan di Papua dengan mengkategorikan berdasarkan sektor darat, laut, udara. Di sektor perhubungan darat, pemerintah akan membangun Terminal Bus Entrop di kota Jayapura, dermaga bus air di Danau Sentani, dan bus serta bus air di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Skouw Kabupaten Jayapura. Pembangunan tersebut juga ditujukan untuk mendukung penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan berlangsung di Papua pada 2020.
Di sektor perhubungan laut, pemerintah akan membangun sejumlah pelabuhan. Misalnya Pelabuhan Depapre, Pelabuhan Nabire, Pelabuhan Pomako, Pelabuhan Moor, dan Pelabuhan Serui untuk Provinsi Papua serta Pelabuhan Kaimana di Provinsi Papua Barat. Sedangkan, di sektor perhubungan udara, pemerintah akan membangun sepuluh bandara. Di antaranya Bandara Ewer, Bandara Kepi, Bandara Ilaga, Bandara Oksibil, Bandara Nabire Baru dan Bandara Mopah. Kemudian, Bandara Rendani Manokwari, Bandara Waisai Raja Ampat, Bandara Wasior Baru, dan Bandara Baru Siboru Fak-Fak.
Presiden Jokowi pernah mencontohkan bahwa butuh waktu empat hari empat malam dari Nduga ke Wamena beberapa tahun lalu. Namun, saat ini waktu tempuhnya hanya empat hingga lima jam. Itulah pentingnya infrastruktur. Jokowi menambahkan, jangan sampai ada yang bilang infrastruktur tak bisa dimakan, siapa suruh makan infrastruktur. Presiden menegaskan negara ini bukan hanya untuk Jakarta dan Jawa saja. Masyarakat Papua, katanya, juga membutuhkan logistik dan pembangunan seperti warga yang tinggal di Jawa.