

MANAJER DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN PSKP
Membantah Argumen Aktivis Papua Merdeka
Usulan Papua merdeka, seperti yang disampaikan di forum-forum internasional oleh para aktivis-aktivis Papua merdeka, jika ingin dianalisis lebih lanjut kebanyakan tidak sesuai dengan fakta sejarah dan aturan hukum internasional. Oknum-oknum, seperti Herman Wainggai, Benny Wenda, Victor Yeimo, Sebby Sambom, dll yang kerapkali menyuarakan isu Papua merdeka, seringkali bicara tidak berdasarkan fakta.
Salah satunya adalah terkait komisi dekolonisasi PBB. Menurut daftar Komisi Khusus Dekolonisasi (C-24) PBB tersebut, Papua tidak masuk dalam negara-negara yang berhak membangun pemerintahan baru atau merdeka. Referendum Papua sendiri tidak dimungkinkan dalam hukum internasional. Referendum menentukan nasib sendiri hanya dapat dilakukan dalam konteks kolonialisme atau wilayah terkait masuk dalam daftar Wilayah Perwalian dan Non-Pemerintahan-Sendiri yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa
Para aktivis Papua merdeka sering menyamakan kondisi di Papua dengan pengalaman sejarah di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Padahal, referendum di Timor Timur dulu tidak sama dengan usulan referendum di Papua yang mereka gembar-gemborkan. Secara umum ada dua syarat bagi satu wilayah untuk memisahkan diri berdasarkan hukum internasional, yaitu harus ada konstitusi di negara induk dan mendapatkan pengakuan internasional.
Papua kalau memisahkan diri harus ada proses konstitusional, padahal undang-undang kita tidak mengatur pemisahan diri. Jika pun ada, harus mengubah UUD 1945, yang hampir tidak mungkin terjadi. Secara hukum konstitusi Indonesia, tidak ada aturan yang mengatur sebuah wilayah dapat memisahkan diri dari Indonesia. Tata hukum kita melarang satu wilayah terlepas dari NKRI, oleh karena itu dilarang melaksanakan referendum. Dalam hukum Internasional dinyatakan bahwa Papua secara sah bersatu dengan Indonesia, dan telah tertuang dalam resolusi PBB yang tidak dapat diubah. Papua tidak bisa meredeka karena sudah menyatakan bersatu dengan Indonesia dan disahkan dalam resolusi PBB. Resolusi itu berlaku dan tidak bisa dicabut lagi
Selanjutnya, Papua sudah secara otomatis ikut merdeka dengan Indonesia ketika Presiden Sukarno membacakan proklamasi pada 17 Agustus 1945. Papua secara otomatis menjadi daerah kekuasaan Indonesia berdasarkan prinsip Uti Possidetis Juris. Ini adalah prinsip penetapan batas-batas negara yang baru merdeka dari penjajahan dengan memastikan wilayahnya kembali. Wilayah-wilayah koloni dulu itu kalau merdeka, harus wilayah yang batas-batasnya itu batas wilayah koloni, sehingga pada saat Indonesia merdeka, Papua harus termasuk. Di sisi lain, Malaysia dan Singapura tidak masuk karena mereka bukan jajahan Belanda.
Argumen sejumlah pihak yang menyatakan bahwa Papua tidak pernah mengakui proklamasi 1945 dan tidak ikut dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sangat mudah dipatahkan. Orang Batak dan orang Padang misalnya, mereka juga tidak pernah ada deklarasi mengakui proklamasi, tetapi mereka bagian dari Indonesia berdasarkan prinsip Uti Possidetis Juris.
Begitu pula dengan pernyataan yang menyebutkan Papua adalah bagian dari Belanda dengan nama Netherlands New Guinea berdasarkan konstitusi Negeri Kincir Angin pada 1898 adalah keliru. Lagipula, Indonesia merdeka tahun 1945 dan pada waktu itu konstitusi yang berlaku di Belanda adalah konstitusi 1938. Pasal 1 konstitusi itu menyebut Kerajaan Belanda termasuk Indonesia, tidak ada khusus Papua.
Belanda memang sempat memasukkan nama Netherlands New Guinea dalam konstitusi. Namun kemudian, Indonesia marah hingga akhirnya pihak internasional datang untuk menengahi. Kemudian, konstitusi itu dihapus pada tahun 1963 karena ada Kesepakatan New York 1962. Berlandaskan kesepakatan tersebut, Indonesia juga diwajibkan menggelar referendum yang dikenal dengan nama Penentuan Pendapat Rakyat Papua, dengan hasil yang menunjukkan bahwa warga Papua ingin bergabung dengan Indonesia. Fakta ini membantah argumen-argumen para aktivis-aktivis Papua merdeka yang saya sebutkan namanya di atas tadi, bahwa Papua bisa mendapatkan kemerdekaannya. Dilihat dari sisi mana pun, tidak ada argumen logis bahwa Papua bisa mewujudkan mimpi itu. Masyarakatnya saja memilih bergabung dengan NKRI saat Pepera tahun 1969.