Belum lama ini, massa yang tidak begitu banyak dari kelompok Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP, red), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP, red) dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah SeIndonesia (AMPTPI, red) berunjuk rasa dengan menuntut beberapa hal antara lain berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua, Tolak Otonomi Khusus Jilid II, Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua, Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua, Bebaskan tapol West Papua tanpa syarat, Tolak Daerah Otonomi Baru di West Papua, Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh dan tolak pengembangan Blok Wabu, Hentikan Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan seluruh wilayah West Papua lainnya, Cabut Omnibus Law (UU No. 11 Tahun 2020) dan lainnya.
Penulis melihat sedikitnya massa pengunjuk rasa yang berkoar-koar di Patung Kuda Indosat menunjukkan isu-isu atau tuntutan yang disampaikan mereka kurang mendapatkan respons dari masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Papua pada khususnya. Masyarakat sudah jengah dengan isu-isu yang disuarakan tersebut, karena sejatinya permasalahan dan tuntutan itu tidak bernilai apa-apa di Papua dan Papua Barat, karena apa yang dituntut mereka yang berteriak di Jakarta bagaikan “bertepuk sebelah tangan” dengan kehendak masyarakat secara mayoritas di Papua.
Disamping itu, penulis juga menilai dari isu-isu yang disuarakan tersebut jelas merefleksikan tuntutan kelompok separatis, karena tuntutannya sangat tidak wajar antara lain penarikan pasukan organik dan non organik di Papua. Pertanyaannya adalah apakah pengunjuk rasa menginginkan Papua dikendalikan kelompok separatis semacam TPN/OPM?
Isu menolak Otsus Papua jilid kedua, jelas menunjukkan pengunjuk rasa kurang memperhatikan perkembangan terkini di Papua, karena tidak ada istilah Otsus jilid kedua, karena Pemerintah Indonesia tidak akan pernah mencabut masa berlaku UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua, kecuali merevisinya terhadap pasal-pasal yang dianggap penting untuk direvisi dalam rangka mempercepat kesejahteraan masyarakat Papua dan memperlancar pelayanan publik oleh pemerintah kepada rakyat Papua.