

Peneliti Forum Studi Keamanan (FSK)
Mewujudkan Papua yang Aman, Damai, dan Sejahtera
Masyarakat papua sejatinya merindukan rasa aman, damai, dan sejahtera. Menjalani kehidupan yang sejatinya dirindukan sebagai warga negara, dan kerinduan ini muncul setelah munculnya persoalan berkepanjangan yang sepertinya tidak ada titik temu dalam penyelesaian konflik papua. Lalu mengapa penyelesaian ini dinilai berkepanjangan. Dapat dilihat dari bagaimana penyelesaian konflik papua, dari apa yang saya dapatkan dari beberapa sumber terkait masalah Papua, penyelesaian konflik di Papua masih banyak bersifat represif, dimana aparat keamanan yang mengatasnamakan negara masih masif terjadi. Pendekatan represif yang dilakukan sebenarnya tidak akan menyelesaikan konflik yang terjadi di tanah Papua. Kita harus mencari jalan terbaik untuk mewujudkan Papua yang aman, damai, dan sejahtera.
Salah satu upaya mewujudkannya tentu tidak dengan cara represif. Pendekatan represif malah akan membangkitkan trauma kekerasan masa lalu dan menghambat proses pembangunan serta perkembangan demokrasi lokal di tanah Papua. Tindakan represif yang dilakukan oleh negara di tanah Papua, sering didasarkan pada alasan integrasi dan stabilitas nasional. Sedangkan kesejahteraan masyarakat yang tidak hanya ditentukan oleh satu actor saja yaitu “negara” tetapi perlu adanya elaborasi dan aksi yang lebih variatif seperti pembangunan infrastruktur dan kampanye yang bersih. Perlu diadakannya sekuritisasi untuk meningkatkan kesadaran baru terkait isu isu non tradisional sehinggan, isu isu yang terkait tidak menjadi ancaman baru bagi masyarakat papua.
Kurangnya penghormatan terhadap kebudayaan Papua yang unik seiring dengan ketidakadilan ekonomi dan pembagian pendapatan negara adalah masalah-masalah terbesar yang berlawanan dengan usaha-usaha untuk meraih rekonsiliasi yang sebenarnya. Namun kita tidak bisa menyalahkan pemerintah karena pemerintah juga dalam keadaan dulit. Tidak bertindak represif, kelompok-kelompok separatis bersenjata, seperti OPM, KNPB, TPNPB, dll juga mengancam keselamatan rakyat Papua, bahkan aparat keamanan.
Kemajuan di Papua haruslah merujuk kepada studi etnografi dan mengadaptasi pendekatan sosial budaya yang mengakui penduduk asli Papua sebagai kesatuan adat yang diarahkan dalam bentuk hak-hak adat, hak-hak ulayat, dan kebudayaan. Pembangunan dewasa ini termasuk kebijakan pemekaran tidak selalu sejalan dengan pemetaan kebudayaan di Papua. Program harus ditujukan untuk memperbaiki akar permasalahan dari konflik dengan membuka akses terhadap keadilan atau memperbesar pemerataan keadilan bagi penduduk asli Papua dan kelompok marginal lainnya, mengelola konflik dengan mendukung pembentukan kebijakan yang selaras dengan kebudayaan, harus dilaksanakan di tingkat masyarakat. Oleh karena Papua kaya budaya, maka strategi intervensi harus disesuaikan dengan pemetaan kebudayaan di Papua. Secara terperinci ini berarti adanya persyaratan dalam menyelidiki dan mengerti secara benar struktur dan karakteristik (sistem nilainilai dan kebudayaan) yang ada di dalam masyarakat bersangkutan.
Fokus yang lebih ditekankan pada tingkat masyarakat mungkin dapat dilakukan dengan jalan mengadopsi kearifan, kebudayaan dan kebutuhan lokal dalam proses perencanaan partisipatif, manajemen dan pengawasan. Investasi pada peningkatan kapasitas yang memerlukan program jangka panjang akan berharga guna membangun kesinambungan dan melaksanakan program secara bermartabat dengan memberikan ruang bagi penduduk setempat untuk menyelesaikan permasalahan mereka secara mandiri.
Pendekatan partisipatif ini juga akan memperkecil atau bahkan menghapus kompleksitas perasaan rendah diri penduduk asli Papua. Pertukaran pengetahuan, keterampilan dan pengalaman melalui penghormatan terhadap nilainilai dan kebudayaan lokal antara orang-orang papua. Pendekatan kemanusiaan dan juga kebudayaan akan jauh lebih sesuai bagi Papua dibandingkan pendekatan keamanan yang cenderung represif. Dengan demikian, upaya mewujudkan Papua yang aman, damai, dan sejahtera akan terwujud dengan maksimal.