Demo menolak Otonomi Khusus (Otsus) digelar sejumlah mahasiswa dan warga di Gapura Universitas Cendrawasih Abepura pada Senin, 28 September 2020 lalu. Namun, demo tersebut tidak berlangsung lama karena dibubarkan oleh petugas polisi setelah mengetahui bahwa penyelenggara aksi belum mendapatkan izin dari aparat penegak hukum.
Dalam aksinya, para pendemo menolak pelaksanaan Otsus II dan juga menuntut agar Papua diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya alias self determination karena proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 2 Agustus 1969 dianggap cacat.
Terkait aksi unjuk rasa tersebut, salah satu tokoh adat Papua yaitu Yanto Eluay dengan keras menentang tuntutan tersebut. Sebagai seorang Ondofolo Besar di wilayah adat Tabi Ondo Yanto dengan tegas mengatakan proses penentuan pendapat rakyat sudah dilakukan dan hasilnya adalah final.
“Pepera sudah Final! Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan putra putri dari tokoh-tokoh Dewan Musyawarah Papua (DMP) siap mengawal dan menjaga hasil Pepera 1969,” tegas Ondo Yanto Elua.
Untuk mengawal hal itu, Ondo Yanto Eluay telah menginisiasi dan mendirikan Presidium Putra Putri Pejuang Pepera (P5). Menurut dia, P5 dibentuk sebagai bagian dari tanggung jawab moril dari putra putri pejuang Pepera 1969. “P5 akan dideklarasikan dalam waktu dekat. Bersama para pelaku sejarah dan anak cucunya, kami akan meluruskan sejarah Pepera agar fakta-fakta sejarah tidak lagi dimanipulasi sekelompok orang demi agenda politik mereka, termasuk mereka yang mendukung gerakan Papua merdeka” ungkapnya.