OTONOMI KHUSUS PAPUA:
KESEJAHTERAAN DAN PERDAMAIAN ABADI
oleh: Dika Novitasari, Wartawan spotsketsa.com
Pada tahun 2001, Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Lahirnya otonomi khusus bagi Papua ini di latar belakangi oleh factor belum berhasilnya Pemerintah dalam memberikan kesejahteraan, kemakmuran, dan pengakuan terhadap hak-hak dasar rakyat Papua. Undang undang ini lahir sebagai suatu produk sejarah melewati suatu proses sejarah yang panjang dalam konteks dinamika social politik dan keamanan dari negara kebangsaan (Nation state) Indonesia. Ia lahir dalam konteks penegakan hukum, HAM dan demokrasi. Serta sebagai upaya penyelesaian konflik. Sebagai jalan keluar untuk menciptakan win win situation antara rakyat Papua yang ingin merdeka dan melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI (NKRI) dan pemerintah RI yang tetap kokoh teguh mempertahankan integritas dan kedaulatan atas NKRI.
Otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri secara kreatif dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas tersebut berarti pula mencakup kewenangan untuk mengatur pemanfaatan kekayaan alam di wilayah Provinsi Papua sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua, memberdayakan potensi perekonomian, sosial, dan budaya yang dimiliki, termasuk di dalamnya memberikan peranan yang signifikan bagi orang asli Papua melalui wakil-wakilnya untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan daerah, menentukan strategi pembangunan dengan tetap menghargai kesetaraan dan keberagaman kehidupan masyarakat di wilayah Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi Papua wajib melindungi hak kekayaan intelektual orang asli Papua; mengakui peradilan adat sebagai peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat; hak memperoleh pendidikan yang bermutu sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban biaya serendah-rendahnya; melindungi, membina, dan mengem-bangkan kebudayaan asli Papua; membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua; kebijakan kependudukan bagi orang asli Papua oleh pemerintah Provinsi Papua, termasuk dalam hal migrasi agar orang asli Papua dapat mengembangkan kemampuan dan meningkatkan partisipasi secara optimal pada semua sektor pembangunan.
Dalam pelaksanaan UU No. 1 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, ada kelompok masyarakat yang menganggap Otonomi khusus Papua gagal. Padahal, yang menganggap gagal ini hanyalah sedikit orang asli Papua. Sementara yang lainnya menyatakan undang-undang ini telah memberikan kemanfaatan. Misalnya, lewat beberapa kebijakan pembangunan pemerintah daerah Provinsi Papua, Kabupaten dan Kota. Bagi pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Otsus Papua juga telah memberikan perubahan bagi kehidupan masyarakat Papua, seperti halnya pada bidang pendidikan. Kecenderungan untuk pendidikan semakin naik, usia sekolah anak 7-12 tahun cukup besar yang mengenyam pendidikan. Peningkatan kemajuan pada bidang lainnya, seperti infrastruktur, kondisi kesehatan, dan perekonomian juga ikut berkembang maju.
Harus kita akui memang implementasi Otsus Papua masih memunculkan sejumlah permasalahan yang memerlukan pemecahan konkret. Dampak positif dari kebijakan Otonomi Khusus Papua dinilai dapat mensejahterakan masyarakatnya. Baik adanya kemajuan besar dibidang pembangunan infrastuktur dan peningkatan sumber daya manusianya. Jika masyarakat lebih sejahtera maka diharapkan kesejahteraan tersebut dapat melahirkan perdamaian di bumi Cendrawasih. Sebuah hal yang kita semua sebagai masyarakat Indonesia inginkan. Semoga ke depannya UU Otsus yang sedang mengalami revisi ini mampu memberikan kesejahteraan dan ujung-ujungnya perdamaian abadi di tanah Papua.